Viral Santri dibawah umur di Lumajang dinikahi Pengurus Ponpes Tanpa Izin Ortu, beberapa hari ini media sosial dihebohkan dengan kasus seorang pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, dilaporkan ke polisi karena menikahi santrinya.
Fokus Kajian
Islam hadir membawa kemaslahatan, salah satunya adalah pernikahan. Pernikahan merupakan kemaslahatan yang bersifat dharuri yakni untuk memelihara kehormatan dan keturunan. Jika kemaslahatan ini tidak terpelihara maka akan menimbulkan kerusakan.
Untuk mewujudkan sebuah keluarga yang benar-benar menggambarkan “mitsaqan ghalidzan” agama membuat beberapa aturan, agar Maqashid Syari’ah pernikahan tercapai. Hal ini dimulai sejak proses pertama kali lembaga perkawinan terbentuk, yakni pada saat berlangsungnya akad nikah.
Oleh karena itu, seorang wali dan dua orang saksi merupakan tindakan preventif (pencegahan) untuk melindungi kedua mempelai, terutama si perempuan, bila kedepan ada batu sandungang masalah yang tidak diinginkan muncul dalam bahtera perkawinan mereka berdua.
Namun kedudukan wali dalam proses akad nikah masih diperdebatkan para ulama fiqh, sebahagian menempatkan wali sebagai salah satu rukun nikah dan syarat yang mutlak, sementara sebahagian ulama yang lain menempatkan wali bukan sebagai rukun dan tidak juga syarat yang mutlak melainkan sebagai penyempurna saja.
Bertitik tolak dari keterangan tersebut Ma’had Aly akan merespon pemahaman pendapat Imam Abu Hanifah tentang hukum nikah tanpa wali dan bagaimana status wali dalam pernikahan? Serta bagaimana relevansi Pendapat Imam Abu Hanifah dalam Kondisi saat ini ditinjau dari kajian tafsir?.
Mari kita simak Podcast kali ini oleh: Zainal Abidin (Alumni ke-II Ma’had Aly Nurul Qadim)